Sahabat Imajinasi
(oleh Angela Carina Devi)
“Hari minggu yang cerah”, batiku,
sembari kupandangi langit mertoyudan yang membentang luas. Kududuk di kursi
balkon, tempat favoritku. Aku merasa matahari menyapaku dengan senyumannya. Aku
pun yang sedang duduk tiba-tiba tersenyum seakan-akan membalas senyuman sang fajar itu.
“Karin,
kita sarapan yuk!”. Tiba-tiba suara ajakan Ayah membuatku kaget.
“Iya,
ayah”, jawab aku.
“Hari
ini ada rencana mau ke mana?”, tanya Ayah.
“Ehmmm..(sambil
mengerutkan dahi)..tidak tau, Yah!”, sahutku.
“(tertawa
kecil) hehehe…kamu itu lo..lucu Nak, seperti ibumu.” Jawab Ayah.
Sekilas
aku terdiam mendengar jawaban terakhir ayah. Aku tidak mengerti siapa sosok Ibu
yang tidak pernak kukenal. Aku adalah anak tunggal. Ibuku meninggal ketika
melahirkanku, dan ayahku sangat mencintainya. Mungkin itu sebabnya ayah tidak
menikah lagi sampai sekarang. Ayah yang sejak tadi melihatku terdiam juga ikut
terdiam. Lalu, “Siang ini pergi ke Gembira Loka, yuk!”,kata Ayah memulai
percakapan lagi
Aku
menjawab “Karin mau Ayahhh”
Minggu ini kami lewati dengan sangat
ceria. Tak lupa aku selalu mengobrol dengan Ayah.
“Ayah,
terimakasih ya, sudah mengajak Karin jalan-jalan hari ini. Karin sayang ayah”,
kataku.
“Iya
sama-sama, Nak. Ayah juga sayang Karin.” Timpa ayah.
Sampai di rumah sudah larut. Kuputuskan
untuk segera pergi ke kamar. Sampai di kamar, aku mengobrol dengan Brety. Siapakah
Brety?. Brety adalah boneka milik ibuku dahulu. Kadang aku memanggilnya Bee. Setiap
hari Bee lah yang menemaniku jika aku kesepian. Malam ini kulewati dengan
senyuman yang indah.
“Hoammmmzzzz…..”,
kataku.
“Selamat
pagi, Bee..”, kataku lagi.
“Berdoa
pagi, Rin”, jawabku, seolah-olah aku sedang berbincang-bincang dengan Bee. Memang,
aku selalu melakukan ini dengan sahabat imajinasiku. Telihat bodoh, tapi akum
eras bahagia.
Setelah
upacara aku masuk kelas, “Rin, PR mu udah dikerjakan belom?” Tanya Alma. Aku
mengangguk kecil, kupegang bukuku dengan erat, aku tak rela ririn selalu
nyontek padahal aku mengerjakannya dengan sungguh-sungguh dan saat maju ia
selalu terlebih dahulu dan selalu mendapat pujian dari guru.
“Be… gimana caranya bisa lepas dari alma?” Tanyaku dalam hati kepada boneka berbentuk beruang kecil yang selalu kugantungkan di dompet pensilku.
“Aku tak punya teman di kelas, orang-orang menganggapku aneh. Aku sedih
Be…” Timpaku lagi.
Seminggu lagi hari Ibu,
Sekolah akan mengadakan acara, OSIS sibuk menyiapkan kegiatan, perlombaan antar
kelas akan segera dimulai. Wali kelas menyuruh aku untuk ikut lomba baca puisi.
Aku senang sekali, itu tandanya guru percaya padaku. Dirumah dengan segera aku
mengambil pena dan kertas untuk menulis puisi tentang Ibu, tak lupa ada Be di
sampingku.
10 menit aku duduk memandangi kertas yang masih kosong. Buntu tak ada ide. Kurebahkan tubuhku di kasur, kupandangi awan yang mulai gelap pertanda hari akan hujan.
10 menit aku duduk memandangi kertas yang masih kosong. Buntu tak ada ide. Kurebahkan tubuhku di kasur, kupandangi awan yang mulai gelap pertanda hari akan hujan.
"Be… awan akan menangis… sepertinya ia tau apa yang kurasakan. Daun-daun
bergoyang kencang seolah ia tahu gemuruh hati yang kurasakan.” Gelisahku.
“Karin, ayah pulang.” Kata ayah. Yee. Semoga ayah bisa membanuku untuk
membuat puisi tentang Ibu.
“Rin, cepat. Ayah membawakan orang special untukmu.” Kata ayah.
“Iya ayah.” Jawabku.
“Perkenalkan, dia Tante Kinan, teman kerja Ayah, malam ini kita makan
diluar ya.” Jawab ayah.
Perjalanan lumayan
jauh. Hah, ternyata kita makan di dekat Pantai Parangtitis, Yogyakarta. Kami bertiga
bercengkerama dengan akrab dan suasana terasa hangat. Tante Kinan ternyata
orang yang baik, dan selera humorisnya tinggi.
“Sebentar ya yah, akum au jalan-jalan.”kataku.
“Iya Rin, tapi jangan jauh-jauh ya!” Jawab ayah.
Aku berjalan sembari menatap Bee yang selalu kubawa kemana-mana. Kulihat
genangan air yang damai dan bayangan bulan membuatku terasa nyaman berada
disini. Sekejap aku tebawa suasana di pantai yang indah ini. Kurebahkan badanku
dan kunikmati karya ciptaan Allah yang sangat menawan ini.
Keesokan harinya,
“Rin, akhirnya kamu sudah siuman juga. Tante khawatir sekali denganmu!”
Kata Tante Kinan.
“Loh, Te Kinan, Karin ada dimana? Kok Karin pusing banget!!!!” Kataku
“Semalam kamu main di tepi pantai, lalu keseret ombak. Untung aja ada
Tante Kinan yang segera berteriak dan meminta bantuan.” Jawab ayah.
“Ja, jadi, aku di rumah sakit nih, yah? Lalu bee dimana?” Jawabku
“Bee? Siapa Bee?” Jawab ayah lagi
“Bee, boneka beruang milik ibu yang aku genggam semalam.”Kataku
“Mana ayah tau nak. Ketika kamu ditemukan kamu sudah tidak membawa apa
apa. Lagian Karin nggak pernah cerita pada ayah kok.”jelas ayah.
“Jelas ayah tidak tau! Selama ini aku selalu kesepian. Aku nggak tau
siapa sosok ibuku, sedangkan ayah setiap hari banting tulang mencari nafkah,
siapa lagi yang menemani aku jika tidak Bee????” Jawabku dengan sedikit
menggerutu.
“Maafkan aku, nak. Ayah jarang memperhatikanmu.” Kata Ayah.
“Yasudah tidak apa-apa yah, semua sudah terjadi.” Jawabku.
Esoknya, aku pulang…
aku sehat hanya saja hatiku masih terasa perih bila ingat dengan Be. Be….
dimana kamu????? Terlihat ramai orang menyambutku di pintu rumah, ya mereka
pembantu sekaligus keluarga bagiku. Nampak tante Kinan menghampiri dan
memberiku sebuah kotak. Kado? Terima kasih tante, aku tersenyum tapi tidak
bergairah untuk menyambutnya. Aku lelah. Lalu aku masuk ke dalam kamar. Ayah dan tante Kinan
tersenyum seolah mereka memberiku waktu untuk menenangkan diri.
“Be… sekarang aku benar2 bicara sendiri, tak ada kamu, kamu hanya ada dalam pikiranku. Aku benar2 nampak bodoh. Hufftt…. “ Kataku sembari Kupandangi kotak kado tadi.
“Apa isinya ya? Tante Kinan… dia berusaha menarik perhatianku dengan
memberikan kado ini. Aku…. Kenapa aku?” Sahutku lagi.
Ada rasa cemburu jika melihat
ayah bersamanya. Kubuka perlahan kertas kado ini, nampak sebuah boneka berwarna
pink, harum… kupandangi boneka beruang itu. Secarik kertas tersembul
dibawahnya,
“Rin… ketika kau dirumah sakit, aku benar-benar tersentuh melihat kau
dan ayahmu bersama. Aku… bukanlah orang yang baik tapi aku akan berusaha
menjadi yang terbaik untukmu. Aku kembali ke pantai itu, aku mencari Be
sahabatmu, entah benar atau tidak aku menemukan boneka beruang pink terdampar
di batu karang. Aku cuci di loundry dan kubungkus untukmu. Maaf jika boneka itu
bukanlah Be sahabatmu…” Kata tante Kinan disecarik kertas itu.
Kubuka bungkus plastik boneka itu, kulihat kuping belakangnya, ada nama Karina terjahit disitu.
Aku berlari ke bawah, kupeluk ayah, yang kaget melihatku, aku hanya tersenyum dan meloncat kegirangan,
“Terimakasih ayah, karena engkau telah membawa Malaikat baru dirumah
ini. Tante Kinan.” kataku, sambil tersenyum, aku melihat ketulusan di wajahnya.
“Tante, maukah tante membantuku untuk membuat puisi tentang Ibu?”Tanyaku.
Aku melirik ke ayah, Ayah
tersenyum senang.
“Tentu,” jawab tante Kinan,
Be…. sekarang aku tidak
akan pernah kesepian lagi karena Malaikat tak bersayap telah hadir disisiku…..
Ket:
Sang Fajar : Matahari